Hal ini terjadi di tengah sikap wait and see pelaku pasar perihal data ekonomi AS di akhir pekan.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,25% di angka Rp16.285/US$ pada hari ini, Jumat (26/7/2024). Secara intraday, rupiah sempat terdepresiasi lebih dalam yakni hingga menyentuh level Rp16.295/US$.
Sementara secara mingguan, rupiah terpantau kembali tergelincir sebesar 0,62%. Angka ini lebih dibandingkan pekan sebelumnya yakni sebesar 0,31%.
Sebagai catatan, sepanjang pekan ini, rupiah hanya menguat pada Selasa (23/7/2024) sebesar 0,06%. Sedangkan sisanya, rupiah terus mengalami depresiasi
Peristiwa mundurnya Presiden AS Joe Biden dalam kontestasi politik melawan Donald Trump cukup menggemparkan pasar.
Joe Biden yang merupakan petahana mengumumkan pengunduran dirinya lewat unggahan di media sosial.
“Merupakan kehormatan terbesar dalam hidup saya untuk menjabat sebagai presiden Anda,” tulisnya di media sosial.
“Dan meskipun saya berniat untuk mencalonkan diri kembali, saya yakin ini demi kepentingan terbaik partai saya dan negara jika saya mundur dan fokus sepenuhnya pada pemenuhan tugas saya sebagai presiden selama sisa masa jabatan saya.”
Biden menyerah pada tekanan tanpa henti dari sekutu terdekatnya di Partai Demokrat yang terus mendesak sosok berumur 81 tahun tersebut untuk mundur dari pencalonan di tengah kekhawatiran mendalam bahwa ia terlalu tua dan lemah untuk mengalahkan mantan Presiden Donald J. Trump.
Ekonom Bank Danamon Hosianna Situmorang menjelaskan mundurnya Biden bisa meningkatkan ketidakpastian terkait arah kebijakan perdagangan dan investasi lainnya di AS dan seluruh dunia.
“Kondisi ini meningkatkan volatilitas di pasar uang dan pasar modal, salah satu indikasinya Volatility Index (VIX) balik naik,” ujar Hosianna kepada CNBC Indonesia.
Khusus di Indonesia, ketidakpastian juga akan besar karena adanya masa transisi presiden baru dari Joko Widodo ke Prabowo Subianto.
“Di tengah kondisi ketidakpastian global terkait AS dan Euro Area Election, di domestik lagi persiapan transisi Presiden Baru dan Pilkada,” ujarnya.
Ketidakpastian bisa memicu investor untuk memilih aset aman dan menjual aset lain, seperti rupiah. Kondisi ini bisa membuat rupiah tertekan terhadap dolar AS.
“Ke semua hal ini buat Investor dan pelaku pasar pilih aset yang aman, salah satunya in USD sehingga rupiah masih volatile cenderung melemah,” imbuhnya.
Sedangkan Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede menyampaikan bahwa pelemahan rupiah terjadi akibat sentimen risk–off yang muncul secara global setelah secara tiba-tiba Joe Biden mengumumkan bahwa tidak akan melanjutkan pencalonan dirinya sebagai presiden pada pemilu 2024.
Tekanan terhadap rupiah berlanjut setelah AS melaporkan data awal produk domestik bruto (PDB) AS pada kuartal II-2024 tumbuh 2,8% pada basis kuartalan (quarter-to-quarter/qtq), lebih tinggi dari kuartal I-2024 yang hanya tumbuh 1,4%.
Angka awal PDB AS pada kuartal II-2024 ini juga berada di atas ekspektasi pasar sebelumnya yang memperkirakan ekonomi Negeri Paman Sam akan tumbuh 2%.
Laporan PDB terbaru menunjukkan bahwa dunia usaha terus berinvestasi dan konsumen masih mendorong pertumbuhan dengan belanja mereka, meskipun harga barang masih cenderung tinggi.
Namun demikian, inflasi Personal Consumption Expenditure (PCE) AS yang dirilis kemarin tampak melandai dan sesuai ekspektasi pasar sehingga hal ini diharapkan mampu mengurangi tekanan terhadap mata uang Garuda ke depan.
Sebagai catatan, Biro Analisis Ekonomi AS melaporkan indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (Personal Consumption Expenditure/PCE) pada Juni lalu mencapai 2,5% secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih rendah dari posisi Mei lalu yang mencapai 2,6%.
Dengan data inflasi PCE yang sudah sesuai dengan ekspektasi pasar, maka harapan pasar akan pemangkasan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang dapat dilakukan pada pertemuan September mendatang pun semakin terbuka lebar.