
Harga emas tiba-tiba jatuh dalam tiga hari terakhir. Sang logam mulia kehilangan US$ 104/gram dari titik tertingginya hanya dalam hitungan empat hari.
Merujuk Refinitiv, harga emas dunia pada hari ini, Senin (7/4/2025) pukul 10.20 WIB ada di posisi US$ 3.028,58 per troy ons atau melemah 0,29%.
Posisi tersebut adalah yang terendah sejak 14 Maret 225. Emas sudah jatuh 3,4% dalam tiga hari terakhir.
Jatuhnya sang logam mulia tentu mengagetkan mengingat emas terus menerus mencetak rekor sepanjang Maret-April 2025. Rekor terakhir yang tercipta adalah pada Rabu pekan lalu di harga US$ 3.133,57 per troy ons.
Sepanjang tahun ini, harga emas juga sudah terbang 15,4%.
Jatuhnya harga emas saat ini juga justru terjadi di tengah banyaknya faktor positif yang menopang emas, mulai dari ketidakpastian ekonomi, melemahnya dolar, turunnya imbal hasil US Treasury, ketegangan politik, hingga ancaman resesi. Namun, emas justru ambruk.
Sejumlah analisapun muncul karena hal ini. Emas jatuh karena sejumlah alas an:
1. Dijadikan barter kerugian & margin call
Investor menjual emas secara besar-besaran untuk menutup kerugian dari kejatuhan pasar saham ataupun kripto dan instrument lainnya.
Emas pun kemudian dijadikan instrument untuk menutup kerugian di saham atau aset berisiko lainnya serta memenuhi margin call (permintaan tambahan dana dari broker).
Kondisi ini memicu “forced selling”, bukan karena emas jelek, tapi karena investor butuh uang tunai cepat.
“Kita cenderung melihat emas sebagai aset likuid yang digunakan untuk memenuhi margin call di tempat lain, jadi tidak mengherankan jika emas dijual setelah peristiwa berisiko, mengingat perannya dalam portofolio,” kata Suki Cooper, analis di Standard Chartered, kepada Reuters.
Seperti diketahui, pasar saham jeblok pada akhir pekan lalu karena meningkatnya kekhawatiran mengenai perang dagang,
Pasar saham global turun selama dua hari berturut-turut pada Kamis dan Jumat pekan lalu (3-4/4/2025), dengan indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite masing-masing anjlok sekitar 5%.
Saham jeblok setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif. Kebijakan ini langsung dibalas China dengan mengumumkan tarif tambahan sebesar 34% atas semua barang Amerika Serikat (AS) mulai 10 April.
S&P membukukan kerugian hingga US$ 5 triliun atau sekitar Rp 82.000 triliun (US$1=Rp 16.555).
Saat pasar saham runtuh, investor beralih ke emas untuk menjaga likuiditas. Penjualan paksa pun terjadi pada logam mulia, mempersingkat reli harga emas.
Investor yang memiliki emas pun kemudian menjual sanga logam mulia untuk menutupi banyaknya kerugian.
Hal ini bisa memicu efek domino, di mana lebih banyak investor menjual emas, mendorong harga turun lebih dalam dalam siklus umpan balik negatif (negative feedback loop).
2. Aksi ambil untung (Profit Taking)
Harga emas sempat menyentuh rekor tertinggi sehingga investor sudah untung besar. Banyak investor memutuskan jual dulu untuk ambil keuntungan sebelum harga turun lebih jauh.
Kondisi ini bisa menciptakan tekanan jual tambahan.
3. Emas kelelahan setelah mencetak rekor demi rekor
Emas terus menerus mencetak rekor sepanjang tahun ini. Pada periode Maret-April 2025 saja harga emas mencetak rekor delapan kali dan menembus level US$ 3.000 per troy ons.
Rekor demi rekor ini membuat harga emas terlalu cepat panas dan kesulitan menembus titik resistensinya yang baru yakni di US$ 3.150 per troy ons.
4. Inflasi diramal naik, kebijakan The Fed masih tanda tanya
Kebijakan Trump yang mengerek tarif diperkirakan akan meningkatkan inflasi AS. Kondisi ini bisa membuat bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) untuk memperlambat pemangkasan.
5. Penguatan dolar AS
Dolar AS diperkirakan akan menguat ke depan karena dianggap sebagai aset aman di tengah kacaunya dunia.
Pembelian emas dikonversi dalam dolar AS sehingga kenaikan dolar membuat minat pembelian berkurang.
Dolar AS sempat menguat tajam pada akhir Maret sebelum melandai tipis memasuki April.
Emas Masih Sanggup Naik?
Analis Standard Chartered, Suki Cooper, memprediksi bahwa masih ada potensi risiko kenaikan harga emas lebih lanjut, mengingat kondisi pasar yang sedang menghindari risiko (risk-off) saat ini. Cooper mengatakan bahwa harga emas diperkirakan akan mencetak rekor tertinggi baru pada kuartal II-2025.
Mereka mengatakan risiko geopolitik, termasuk perang di Ukraina dan konflik di Timur Tengah, serta perubahan kebijakan luar negeri AS dan ketidakpastian ekonomi, menjadi faktor utama yang mendorong harga emas semakin tinggi.
Namun, tekanan seperti ini dianggap lebih sebagai dampak mekanis ketimbang perubahan sentimen pasar. Emas tetap naik lebih dari 15% tahun ini, didukung oleh pembelian besar oleh bank sentral, minat institusional yang kuat, dan arus masuk dari ETF. Penurunan saat ini mungkin bersifat sementara, kecuali jika ada perubahan makro baru yang signifikan.
Analis lain disampaikan oleh Matt Simpson, analis senior di City Index.
“Meskipun terjadi volatilitas, emas tetap menjadi tempat berlindung yang aman bagi banyak investor … Saya pikir potensi penurunannya terbatas dari titik ini dan saya memperkirakan harga akan bertahan di sekitar $3.080 untuk saat ini,” ujarnya, dikutip dari The Economic Times.
Sementara itu, Nitesh Shah, kepala riset komoditas dan makroekonomi untuk wilayah Eropa di Wisdom Tree, menyatakan bahwa harga emas bisa mendekati $3.600 pada kuartal pertama tahun 2026.
Kesimpulannya, harga emas saat ini dianggap relatif kuat meskipun ada gejolak pasar. Proyeksi jangka pendek emas akan bertahan di sekitar $3.080. Sementara itu, proyeksi jangka menengah/panjang: Bisa naik hingga $3.600 pada awal 2026, terutama jika ketegangan geopolitik dan risiko perang dagang meningkat.