PT Sepatu Bata Tbk. (BATA) mencatat rugi periode berjalan yang sapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk membengkak sepanjang semester pertama tahun 2024 menjadi Rp 127,34 miliar. Kerugian tersebut membengkak 293,7% dari periode yang sama tahun 2023 sebesar Rp 32,34 miliar.
Mengutip laporan keuangan, pendapatan BATA hingga Juni 2024 anjlok 22,4% menjadi Rp 260,29 miliar dari capaian Juni 2023 yang sebesar Rp 335,76 miliar. Seiring dengan turunnya pendapatan, beban pokok penjualan BATA turun menjadi Rp 166,97 miliar dari Rp 198,21 miliar.
Dengan demikian laba bruto sepanjang semester I tahun ini turun menjadi Rp 93,32 miliar atau turun dari sebelumnya yang sebesar Rp 137,54 miliar.
Selanjutnya dikurangi penjualan dan pemasaran Rp 119,43 miliar, umum dan administrasi Rp 45,25 miliar, beban restrukturisasi Rp 64,47 miliar, kerugian pelepasan aset tetap Rp 7,23 miliar, keuntungan pelepasan aset lancar Rp 27,7 miliar dan beban usaha lain-lain Rp 4,77 miliar, maka rugi usaha sepanjang semester I tahun ini menjadi Rp 120,05 miliar.
Meskipun pendapatan keuangan naik menjadi Rp 801,64 juta, pajak final menjadi Rp 1,76 miliar, beban keuangan Rp 8,06 miliar, dan dikurangi pajak penghasilan Rp 129,07 miliar, maka rugi periode berjalan BATA per Juni 2024 membengkak menjadi Rp 127,43 miliar dari Rp 32,47 miliar.
Seperti diketahui, BATA kini sedang mengalami badai keuangan hingga terpaksa harus menyetop salah satu pabrik sepatu di daerah Purwakarta, Jawa Barat. Imbas dari kebijakan ini, sebanyak 233 pekerja atau buruh langsung terkena PHK massal dan sudah tak lagi bekerja.
“Berdasarkan surat pelaporan penghentian aktivitas pabrik yang disampaikan oleh Bata kepada kami bahwa jumlah tenaga kerja yang ter-PHK itu sebanyak 233 orang,” ungkap Ketua Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Disnakertrans Jawa Barat Firman Desa dalam Evening Up CNBC Indonesia, Selasa (7/5/2024).
“Berdasarkan surat dari manajemen Bata bahwa pabrik ini harus mengalami penutupan terjadi PHK untuk semua buruhnya. Iya betul 100% dari suratnya,” tegas dia mengonfirmasi.
Firman bilang bahwa pabrik Bata di Purwakarta sudah menghentikan produksi. Dalam surat yang disampaikan Bata serta monitoring Disnakertrans Jawa Barat, dia mengungkapkan alasan Bata menghentikan total produksinya.
“Pabrik Bata sesuai pemantauan kita sudah mengalami kerugian sejak 2020 order mereka jauh berkurang terkait produk ini. Perusahaan mengalami kerugian, buruh Bata juga sudah mengetahui. Kita baru menerima surat per tanggal 2 Mei 2024,” sebutnya.
Kini, buruh dan perusahaan Bata tengah menegosiasikan jumlah pesangon yang akan diberikan. Firman menjelaskan ada ketidaksepakatan antara buruh dan pengusaha terkait dengan jumlah pesangon yang diberikan.
Buruh meminta jumlah pesangon diberikan berdasarkan aturan Undang Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003. Di dalam aturan itu dijelaskan apabila PHK terjadi karena alasan perusahaan tutup akibat mengalami kerugian selama 2 tahun terus menerus, atau akibat keadaan memaksa (force majeure), maka buruh berhak mendapatkan pesangon 1 x ketentuan Pasal 156 ayat (2), UPMK 1 x ketentuan Pasal 156 ayat (3), uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Sedangkan perusahaan Bata mau membayarkan pesangon berdasarkan Undang Undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023 dimana perhitungan pesangon jauh lebih rendah dari UU Nomor 13 Tahun 2003.
“Pesangon ini lagi dibicarakan internal pengusaha dan buruh, negosisasi besaran pesangon diberikan waktu sampai 8 Mei apakah diterima besaran tersebut atau tidak. Kalau tidak diterima pekerja, kita bersiap-siap untuk memfasilitasi perhitungan pesangon,” ucapnya.
Disnakertrans Jabar sendiri sudah siap untuk memfasilitasi sengketa pesangon antara pekerja dan perusahaan Bata. Lantas bagaimana kalau hasilnya deadlock atau menemui jalan buntu?
“Di perusahaan tersebut ada perjanjian kerja bersama. Mana yang akan dipakai? Yang berlaku perjanjian kerja bersama perusahaan apakah menggunakan UU Cipta Kerja atau UU 13 2003,” tegasnya.