Perang Timur Tengah Makin Berkecamuk, Minyak Melesat 2%

Gambar yang diambil dari Jalur Gaza selatan ini menunjukkan salvo roket yang ditembakkan ke arah Israel pada 4 Desember 2023, di tengah berlanjutnya pertempuran antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas. Israel telah memperluas perang daratnya terhadap Hamas hingga ke selatan Gaza, kata para saksi mata pada tanggal 4 Desember, meskipun ada kekhawatiran global atas meningkatnya kematian warga sipil dan kekhawatiran konflik akan menyebar ke tempat lain di Timur Tengah. (Photo by SAID KHATIB / AFP)

Harga minyak mentah dunia melejit usai perang di Timur Tengah makin berkecamuk dan persediaan minyak menipis.

Pada perdagangan Selasa (22/10/2024), harga minyak mentah WTI berjangka tercatat melesat 2,17% di level US$72,09 per barel. Begitu juga dengan minyak mentah Brent yang tercatat naik 2,36% di level US$76,04 per barel.

Sementara itu, pada awal perdagangan hari ini Rabu (23/10/2024), harga minyak mentah WTI berjangka dibuka turun 1,03% di level US$71,35 per barel. Begitu juga dengan minyak mentah Bret yang dibuka turun 0,49% di level US$75,67 per barel.

Harga minyak naik untuk sesi kedua berturut-turut pada perdagangan Selasa, karena para pedagang meremehkan harapan akan gencatan senjata di Timur Tengah dan berfokus pada tanda-tanda peningkatan permintaan dari China, yang dapat memperketat neraca pasar minyak di periode mendatang.

Upaya Beijing baru-baru ini untuk menghidupkan kembali ekonominya yang melambat telah menyebabkan beberapa analis menaikkan ekspektasi permintaan minyak di negara pengimpor minyak mentah terbesar di dunia. Lemahnya permintaan dari China di tengah pesatnya elektrifikasi armada mobilnya sangat membebani harga minyak dalam beberapa bulan terakhir.

Baik Brent maupun WTI naik hampir 2% pada perdagangan Senin, memulihkan sebagian dari penurunan lebih dari 7% minggu lalu, setelah China mengumumkan pemotongan suku bunga acuan.

Setiap peningkatan dalam pertumbuhan ekonomi juga akan meningkatkan konsumsi bahan bakar. Namun, mungkin perlu waktu bagi upaya stimulus untuk menyaring permintaan minyak, menurut analis StoneX Alex Hodes.

“Kami mungkin telah melihat titik terendah dalam permintaan, tetapi saya tidak tahu apakah ada banyak konsensus mengenai seberapa banyak hal itu dapat memperbaiki situasi,” ujar Hodes.

Dalam sebuah catatan analis di Goldman Sachs mengatakan bahwa data permintaan China mereka naik sekitar 100.000 barel per hari pada minggu sebelumnya ke level tertinggi enam bulan, sebagian karena produksi industri dan penjualan eceran negara itu mengalahkan ekspektasi.

China pada hari Selasa menetapkan kuota impor minyak mentah untuk tahun depan sebesar 257 juta metrik ton (5,14 juta barel per hari), naik dari 243 juta ton tahun ini.

Persediaan minyak global menunjukkan defisit pasokan pada kuartal keempat, yang seharusnya mendukung harga dalam waktu dekat, menurut Hodes.

Stok minyak global berada di sekitar 1,24 miliar barel minggu lalu, 5 juta barel lebih rendah dari tahun lalu, menurut tinjauan StoneX terhadap data dari pusat perdagangan utama.

Stok minyak mentah AS naik 1,64 juta barel minggu lalu, sedangkan gabungan bensin dan bahan bakar sulingan turun 3,5 juta barel, menurut sumber pasar, mengutip angka American Petroleum Institute pada hari Selasa. Analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan peningkatan stok minyak mentah sebesar 300.000 barel.

Semetara itu, data pemerintah tentang stok AS akan dirilis pada hari Rabu.

Di Timur Tengah, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam upaya besar pertama untuk gencatan senjata di Timur Tengah sejak Israel membunuh pemimpin Hamas pada minggu lalu. Washington berharap ini akan memberikan kesempatan untuk perdamaian.

Blinken hanya membuat sedikit kemajuan menuju gencatan senjata dalam 11 kunjungan sebelumnya ke wilayah tersebut sejak perang di Gaza meletus, jadi ada skeptisisme di kalangan investor bahwa ini akan berbeda, menurut Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho.

Israel sejauh ini tidak menunjukkan tanda-tanda mengalah dalam kampanye Gaza dan Lebanonnya, sementara Hizbullah yang bersekutu dengan Iran mengesampingkan negosiasi sementara pertempuran dengan Israel terus berlanjut.

https://vljmag.com/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*