Hampir semua warga Jakarta kenal Roxy Square, yang dahulu ramai dikunjungi ribuan orang. Mal yang identik sebagai pusat perdagangan elektronik dan aksesoris itu, kini sepi melompong.
Karena sepi pengunjung, mal ini perlahan bertransformasi menjadi kantor dan gudang bagi pedagang yang bertahan dengan bisnis online.
Roxy Square yang dahulu ramai dengan hiruk-pikuk transaksi, kini hanya tinggal kenangan. Beberapa kios di lantai bawah tetap buka, namun lebih banyak digunakan untuk menyimpan stok atau sebagai kantor kecil.
“Kalau buat jualan langsung ke pelanggan, wassalam dah. Tapi kalau untuk jualan online masih aman,” kata salah seorang pedagang di Roxy Square, Lia saat ditemui CNBC Indonesia, Rabu lalu dikutip Sabtu (21/12/2024).
Salah seorang pedagang lainnya, Iis mengungkapkan kondisi sepinya mal ini sudah terjadi jauh sebelum pandemi COVID-19, yakni sejak tahun 2018 silam. Namun, pandemi memperparah situasi hingga banyak toko tutup permanen.
“Semenjak ada flyover di depan sini, tempatnya jadi kurang strategis. Mobil harus muter jauh untuk ke sini, makanya jadi sepi. Tapi pas Covid itu memang jadi tambah parah,” ungkap Iis.
Hal serupa disampaikan Nci, pemilik warung makan yang sudah lebih dari 10 tahun berjualan di Roxy Square. “Dulu ramai banget, tapi sejak Covid semua hancur. Sekarang (pelanggan saya) paling karyawan kantor yang beli, pembeli (yang datang) dari luar mana ada,” katanya.
Meski sepi pengunjung, beberapa pedagang tetap bertahan berkat biaya sewa kios yang terbilang murah. Lia menjelaskan, untuk kios berukuran 6,30 m², biaya sewa hanya Rp2,5 juta per tahun dengan service charge Rp421.000 per bulan.
“Kalau untuk online masih oke. Selain murah, di sini nggak kena debu seperti kalau jualan di pinggir jalan. Ada juga pemilik yang kadang kasih sewa gratis, cuma bayar service charge saja,” ujar Lia.
Namun, fasilitas mal tidak lagi sepenuhnya berfungsi. Eskalator sering mati dan baru dihidupkan saat karyawan kantor di lantai atas turun untuk makan siang. Pendingin udara juga dimatikan sore hari, meskipun operasional mal resmi hingga pukul 21.00 WIB.
Kini, lantai atas Roxy Square telah berubah fungsi menjadi kantor, seperti kantor Sinarmas Group yang mendominasi lantai 1 hingga 5. Sementara aktivitas berjualan di mal ini lebih banyak dipusatkan di lantai LG, G, dan UG, tempat beberapa kios masih buka.
Akan tetapi, sebagian besar pedagang mengandalkan penjualan online untuk bertahan. Suara pedagang yang dulu bersahut-sahutan menawarkan dagangannya, kini digantikan dengan aktivitas pengemasan barang dan pencatatan pesanan online.
Sebagaimana diketahui, dahulu Roxy Square merupakan satu destinasi utama bagi mereka yang mencari elektronik, aksesoris, hingga pakaian. Kini, suasana mal bak kuburan, jauh dari aktivitas jual-beli yang semestinya.
“Kalau mau cari pelanggan reguler, sudah nggak mungkin lagi. Tapi untuk gudang atau kantor, masih bisa bertahan,” kata Lia, sembari merapikan barang dagangannya.
Dengan kondisi yang kian memprihatinkan, kejayaan Roxy Square tampaknya hanya tinggal cerita masa lalu. Pedagang yang bertahan harus beradaptasi atau perlahan mundur dari mal yang dulunya menjadi ikon perdagangan di Jakarta.
Sampai dengan berita ini ditayangkan, CNBC Indonesia sudah mencoba menghubungi pihak pengelola, tapi tak bersedia memberikan keterangan.
Sebagai catatan, artikel ini ditulis berdasarkan hasil pantauan langsung di lapangan dan wawancara dengan narasumber yang tersedia. Sampai berita ini ditayangkan, CNBC Indonesia telah berupaya menghubungi dan menemui pihak pengelola Roxy Square untuk mendapatkan konfirmasi serta tanggapan terkait kondisi mal, namun pihak pengelola belum memberikan respons.
Upaya komunikasi telah dilakukan melalui kunjungan langsung ke kantor pengelola, penjelasan mengenai keperluan wawancara, serta panggilan telepon, namun tidak membuahkan hasil. Artikel ini tetap berkomitmen pada prinsip pemberitaan yang berimbang dan terbuka untuk memuat tanggapan dari pihak pengelola apabila disampaikan di kemudian hari.