Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) telah menyelesaikan penyusunan kebijakan tahapan seleksi calon aparatur sipil negara atau CASN untuk formasi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) khusus tenaga honorer.
Penyelesaian tahapan penyusunan kebijakan seleksi PPPK 2024 ini dilakukan dengan penerbitan tiga peraturan baru yakni Keputusan Menteri PANRB No. 347/2024 tentang Mekanisme Seleksi PPPK Tahun Anggaran 2024; Keputusan Menteri PANRB No. 349/2024 tentang Mekanisme Seleksi Pegawai PPPK untuk JF Kesehatan; dan Keputusan Menteri PANRB No. 348/2024 tentang Mekanisme Seleksi PPPK untuk JF Guru di Instansi Daerah.
Plt. Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur Kementerian PANRB Aba Subagja mengatakan pengadaan Calon ASN (CASN) 2024 saat ini memang tengah berlangsung bagi formasi CPNS.
Pendaftaran CPNS tahun ini berlangsung hingga 10 September 2024, mundur empat hari dari sebelumnya ditargetkan berakhir pada 6 September 2024 karena permasalahan sistem e-meterai.
Sementara itu, untuk pengadaan formasi PPPK prosesnya ia tekankan telah sampai pada tahapan penyusunan kebijakan yang akan menjadi landasan hukum pelaksanaan seleksi PPPK 2024.
“Untuk pengadaan PPPK, 100% kuota diperuntukkan bagi tenaga non-ASN, sementara pelamar umum diakomodasi lewat seleksi CPNS,” ungkap Aba dikutip dari siaran pers, Jumat (6/9/2024).
Aba memastikan, Kementerian PANRB bersama instansi terkait telah menyusun alur penyelesaian tenaga non-ASN atau yang juga dikenal sebagai tenaga honorer. Alur penyelesaian itu meliputi pemetaan, penyusunan kebijakan, serta penyelesaian dengan pengawasan.
Namun, ia mengakui, tidak dipungkiri serangkaian proses penataan tenaga non-ASN selama ini masih terkendala oleh beberapa isu. Kendala yang dihadapi dalam penyelesaian tenaga non-ASN di antaranya belum optimalnya usulan formasi yang disampaikan pemerintah daerah sesuai dengan alokasi formasi.
Selain itu, belum terpenuhinya kesesuaian kualifikasi pendidikan dengan jabatan ASN dan keterbatasan jabatan yang dapat diduduki oleh PPPK juga menjadi hambatan.
“Kendala lainnya adalah, keterbatasan alokasi anggaran IP; adanya persyaratan wajib berpengalaman minimal dua tahun yang belum bisa dipenuhi oleh peserta formasi khusus non-ASN; serta bertambahnya data tenaga non-ASN baik yang terdata maupun yang masih bekerja namun belum terdata dalam database BKN karena tidak sesuai kriteria,” ujar Aba.
Pemerintah telah sepakat dengan Komisi II DPR bahwa tenaga non-ASN yang terdata dan terdaftar pada database BKN (sebagaimana disepakati bersama antara Pemerintah dan DPR-RI) yang mengikuti proses seleksi dan mendapatkan peringkat terbaik diangkat menjadi PPPK.
Namun pelamar yang belum mendapat peringkat terbaik dan belum sesuai dengan lowongan formasi, dapat diusulkan menjadi PPPK Paruh Waktu.
Kesepakatan ini diambil dengan mengacu pada empat prinsip penataan tenaga non-ASN, yaitu menghindari PHK massal; tidak mengurangi pendapatan yang diterima saat ini; menghindari pembengkakan anggaran; serta dilakukan sesuai dengan regulasi yang berlaku.