Menjual es batu seringkali diremehkan orang. Harga jual yang rendah membuat banyak orang berpikir bisnis ini tak potensial. Namun, sejarah mencatat ada pengusaha jadi orang terkaya Indonesia cuma dari jual es batu.
Bagaimana bisa?
Pengusaha yang dimaksud adalah Kwa Wan Hong. Kwa menjual es batu karena melihat terbukanya pasar yang disebabkan tingginya permintaan untuk membuat minuman dingin. Pada masa kolonial, es batu memang menjadi ‘harta karun’ tak terkira.
Bisa dibayangkan, Anda hidup di masa kolonial yang cuaca panas selalu menyengat kulit. Ketika ingin menghilangkan dahaga, Anda tak bisa menenggak minuman bersuhu dingin. Tak ada kulkas atau mesin pendingin. Satu-satunya cara adalah membeli es batu dengan harga mahal.
Perlu diketahui, selama ini masyarakat Indonesia memang mengimpor es batu balok dari AS sebab teknologi pembuatan es hanya ada di sana. Tentu ini diperoleh dengan harga fantastis.
Pada titik ini, terjadi peningkatan permintaan es batu di kalangan masyarakat Indonesia masa kolonial, sehingga membuat Kwa berinisiatif mendirikan pabrik es batu balok pertama di Indonesia. Pada 1895, dia lantas mendirikan pabrik es bernama Hoo Hien. Lokasinya di Semarang.
Pabrik es bentukan Kwa dibangun bukan memanfaatkan mesin pendingin, tapi berdasarkan teori kimia.
Denys Lombard dalam Nusa Jawa Silang Budaya (1990) menyebut, prinsip pembuatan es balok di masa kolonial mengacu pada penurunan titik beku cairan yang memanfaatkan garam. Setelahnya, kotak pembuatan es balok dialiri bahan pendingin ammonia hingga jadilah es balok.
Hadirnya pabrik es batu Hoo Hien lantas mendulang kesuksesan besar. Dampak keberadaan pabrik es pun lebih dari itu.
Tak lama kemudian, terjadi perubahan besar di kalangan masyarakat Indonesia. Es batu, yang awalnya hanya bisa diakses oleh orang Eropa atau orang berduit, kini bisa dinikmati banyak orang.
Harganya tentu jauh lebih murah. Bahkan, berkat keberadaan pabrik Kwa, muncul kebiasaan orang Indonesia mengonsumsi es krim.
Keuntungan pabrik es batu, lantas diputar kembali untuk modal usaha. Dia lantas mendirikan pabrik es batu di Tegal (1911), Pekalongan (1911), dan dua pabrik di Surabaya (1924 dan 1926). Lalu, dia juga membangun pabrik es di Batavia pada 1926.
Menurut Sam Setyautama dalam Tokoh-tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia (2008), kesuksesan Kwa Wan Hong menjadikannya dijuluki sebagai raja es. Julukan ini dibarengi pula oleh predikat salah satu orang terkaya di Indonesia yang melekat pada Kwa.
Dari jual es batu, dia bisa mendapat 30-40 ribu gulden setiap bulan. Dari sini, dia memupuk kekayaan punya banyak rumah dan harta lain.
Memang tak diketahui berapa banyak kekayaan Kwa. Namun, mengacu pada laporan koran-koran masa kolonial, Kwa memang orang kaya. Dalam de Sumatra Post (20 November 1930), misalnya, diketahui Kwa aktif berdonasi bagi pembangunan kota Semarang. Dia menyumbang pipa-pipa pembuangan untuk irigasi.
Selain itu, diketahui pula dia aktif sebagai donatur utama bagi organisasi Tionghoa, Hwee Koan. Uang hasil donasi Kwa, lantas dimanfaatkan untuk pengembangan tradisi Tionghoa di Semarang.
Hidup Kwa Wan Hong berakhir pada 1946. Ketika dia wafat, jejak langkahnya mendirikan pabrik es balok menjadi inspirasi bagi pengusaha-pengusaha lain mengikuti hal serupa.